Kamis, 26 Januari 2012

BILA DIRI SEMPIT HATI

KH. Abdullah Gymnastiar



Semoga ALLAH SWT senantiasa memberikan kepada kita hati yg lapang yang jernih krn ternyata berat sekali menghadapi hidup dgn hati yang sempit.

Hati yg lapang dapat diibaratkan sebuah lapangan yg luas membentang walaupun ada anjing ada ular ada kalajengking dan ada aneka binatang buas lain pastilah lapangan akan tetap luas. Aneka binatang buas yg ada malah makin nampak kecil dibandingkan dgn luas lapangan. Sebaliknya hati yg sempit dapat diibaratkan ketika kita berada di sebuah kamar mandi yang sempit baru berdua dgn tikus saja pasti jadi masalah. Belum lagi jika dimasukkan anjing singa atau harimau yg sedang lapar pastilah akan lebih bermasalah lagi.

Entah mengapa kita sering terjebak dalam pikiran yg membuat hari-hari kita menjadi hari-hari yg tak nyaman yg membuat pikiran kita menjadi keruh penuh rencana-rencana buruk. Waktu demi waktu yg dilalui sering kali diwarnai kondisi hati yg mendidih bergolak penuh ketidaksukaan terkadang kebencian bahkan lagi dendam kesumat. Capek rasanya. Menjelang tidur otak berpikir keras menyusun rencana bagaimana memuntahkan kebencian dan kedendaman yg ada di lubuk hati agar habis tandas terpuaskan kepada yang dibencinya. Hari-hari adl hari uring-uringan makan tak enak tidur tak nyenyak dikarenakan seluruh konsentrasi dan energi difokuskan untuk memuaskan rasa benci ini.

Ah sahabat. Sungguh alangkah menderita orang-orang yg disiksa oleh kesempitan hati. Dia akan mudah sekali tersinggung dan kalau sudah tersinggung seakan-akan tak termaafkan kecuali sudah terpuaskan dengan melihat orang yg menyinggung menderita sengsara atau tak berdaya.

Seringkali kita dengar orang-orang yg dililit derita akibat rasa bencinya. Padahal ternyata yg dicontohkan para rosul para nabi para ulama yg ikhlas orang-orang yg berjiwa besar bukanlah mencontohkan mendendam membenci atau busuk hati. Yang dicontohkan mereka justru pribadi-pribadi yg berdiri kokoh bagai tembok tegar sama sekali tidak terpancing oleh caci maki cemooh benci dendam dan perilaku-perilaku rendah lainnya. Sungguh pribadi bagai pohon yg akar menghunjam ke dalam tanah begitu kokoh dan kuat hingga diterpa badai dan diterjang topan sekalipun tetap mantap tak bergeming.

Tapi orang-orang yg lemah hanya dgn perkara-perkara remeh sekalipun sudah panik amarah membara dan dendam kesumat. Walaupun non muslim kita bisa mengambil pelajaran dari Abraham Lincoln . Dia bila memilih pejabat tak pernah memusingkan kalau pejabat yang dipilih itu suka atau tak pada diri yg dia pikirkan adl apakah pejabat itu bisa melaksanakan tugas dgn baik atau tidak. Beberapa orang kawan dan lawan politik tentu saja memanfaatkan moment ini untuk menghina mencela dan bahkan menjatuhkan tapi ia terus tak bergeming bahkan berkata dgn arif

“Kita ini adl anak-anak dari keadaan walau kita berbuat kebaikan bagaimanapun juga tetap saja akan ada orang yg mencela dan menghina. Karena pencelaan penghinaan bukan selama krn kita ini tercela atau terhina. Pastilah dalam kehidupan ini ada saja manusia yg suka menghina dan mencela”.

 Jadi ia tak pusing dgn hinaan dan celaan orang lain. Nabi Muhammad SAW manusia yg sempurna tetap saja pernah dihina dicela dan dilecehkan. Bagaimana mungkin model kita ini tak ada yg menghina ? Padahal kita ini hina betulan.

Ingatlah bahwa hidup kita di dunia ini hanya satu kali sebentar dan belum tentu panjang umur amat rugi jikalau kita tak bisa menjaga suasana hati ini. Camkanlah bahwa kekayaan yg paling mahal dalam mengarungi kehidupan ini adl suasana hati kita ini. Walaupun rumah kita sempit tapi kalau hati kita ‘plooong’ lapang akan terasa luas. Walaupun tubuh kita sakit tapi kalau hati kita ceria sehat akan terasa enak. Walaupun badan kita lemes tapi kalau hati kita tegar akan terasa mantap. Walaupun mobil kita merek murahan motor kita model sederhana tapi kalau hati kita indah akan tetap terhormat. Walaupun kulit kita kehitam-hitaman tapi kalau batinnya jelita akan tetap mulia. Sebalik apa arti rumah yg lapang kalau hati sempit?! Apa arti Fried Chicken Burger Hoka-hoka Bento dan segala makanan enak lain kalau hati sedang membara ?! Apa artinya raungan ber-AC kalau hati mendidih ?! Apa arti mobil BMW kalau hatinya bangsat ?!

Lalu bagaimana cara kita mengatasi perasaan-perasaan seperti ini ? Yang pertama harus kita kondisikan dalam hati ini adl kita harus sangat siap untuk terkecewakan krn hidup ini tak akan selama sesuai dengan keinginan kita. Arti kita harus siap oleh situasi dan kondisi apapun tak boleh kita hanya siap dgn situasi yg enak saja. Kita harus sangat siap dgn situasi dan kondisi sesulit sepahit dan setak enak apapun. Seperti pepatah mengatakan ’sedia payung sebelum hujan’. Artinya hujan atau tak hujan kita siap.

Hal kedua yg harus kita lakukan kalau toh ada orang yg mengecewakan kita adl dgn jangan terlalu ambil pusing sebab kita akan jadi rugi oleh pikiran kita sendiri. Sudah lupakan saja. Yang membagikan rizki adalah ALLAH yg mengangkat derajat adl ALLAH yg menghinakan juga ALLAH. Apa perlu kita pusing dgn omongan orang sampai ‘doer’ itu bibir menghina kita sungguh tak akan kurang permberian ALLAH kepada kita. Mati-matian ia menghina yakinlah kita tak akan hina dengan penghinaan orang. Kita itu hina krn kelakuan hina kita sendiri.

Nabi SAW dihina tapi toh tetap cemerlang bagai intan mutiara. Sedangkan yang menghina Abu Jahal sengsara. Salman Rushdie ngumpet tak bisa kemana-mana Permadi Arswendo Atmowiloto masuk penjara. Siapa yg menabur angin akan menuai badai. Dikisahkan ketika Nabi Isa as dihina ia tetap senyum tenang dan mantap tak sedikitpun ia menjawab atau membalas dengan kata-kata kotor mengiris tajam seperti yg diucapkan si penghinanya. Ketika dita oleh sahabat-sahabat “Ya Rabi kenapa engkau tak menjawab dgn kata-kata yg sama ketika engkau dihina malah Baginda menjawab dgn kebaikan ?” Nabi Isa as menjawab : “Karena tiap orang akan menafkahkan apa yg dimilikinya. Kalau kita memiliki keburukan maka yg kita nafkahkan adl keburukan kalau yang kita miliki kemuliaan maka yg kita nafkahkan juga kata-kata yg mulia.”

Sungguh seseorang itu akan menafkahkan apa-apa yg dimilikinya. Ketika Ahnaf bin Qais dimaki-maki seseorang menjelang masuk ke kampung “Hai kamu bodoh gila kurang ajar!” Ahnaf bin Qais malah menjawab “Sudah ? Masih ada yg lain yg akan disampaikan ? Sebentar lagi saya masuk ke kampung Saya kalau nanti di dengar oleh orang-orang sekampung mungkin nanti mereka akan dan mengeroyokmu. Ayo kalau masih ada yang disampaikan sampaikanlah sekarang !”.

Dikisahkan pula di zaman sahabat ada seseorang yg marah-marah kepada seorang sahabat nabi “Silahkan kalau kamu ngomong lima patah kata saya akan jawab dgn 10 patah kata. Kamu ngomong satu kalimat saya akan ngomong sepuluh kalimat”. Lalu dijawab dgn mantap oleh sahabat ini “Kalau engkau ngomong sepuluh kata saya tak akan ngomong satu patah kata pun”.

Oleh krn itu jangan ambil pusing janga dipikirin. Dale Carnegie dalam sebuah buku mengisahkan tentang seekor beruang kutup yg ganas sekali selalu main pukul ada pohon kecil dicerabut tumbang dan dihancurkan. Di tengah amukan tiba-tiba ada ada seekor binatang kecil yg lewat di depannya. Aneh tak ia hantam sehingga mungkin terlintas dalam benak si beruang ini “Ah apa perlu menghantam yg kecil-kecil yg tak sebanding yang tak merugikan kepentingan kita”.

Percayalah makin mudah kita tersinggung apalagi hanya dgn hal-hal yang sepele akan makin sengsara hidup ini. Padahal mau apa hidup pakai sengsara krn justru kita harus menjadikan orang-orang yg menyakiti kita sebagai ladang amal krn kalau tak ada yg menghina menganiaya atau menyakiti kapan kita bisa memaafkan ?

Nah sahabat. Justru krn ada lawan ada yg menghina ada yg menyakiti kita bisa memaafkan. Kalau dia masih muda anggap saja mungkin dia belum tahu bagaimana bersikap kepada yg tua daripada sebel kepadanya. Kalau dia masih kanak-kanak pahami bahwa tata nilai kita dgn dia berbeda mana mungkin kita tersinggung oleh anak kecil. Kalau ada orang tua yg memarahi kita jangan tersinggung mungkin dia khilaf krn terlalu tuanyua. Yang pasti makin kita pemaaf makin kita berhati lapang makin bisa memahami orang lain maka akan makin aman dan tenteramlah hidup kita ini subhanallah.


sumber : file chm bundel Tausyiah Manajemen Qolbu Aa Gym

SEUNTAI NASIHAT TUK SAUDARIKU

Saudariku,…
Demi Dzat yang jiwaku berada di genggaman tangan-Nya, Sungguh..!!! janganlah kau lipat risalah ini dan jangan pula langsung kau simpan, terlebih lagi kau buang, sebelum kau baca dengan perlahan-lahan dan kau resapi kandungannya… sungguh demi Allah wahai saudariku, tiada maksud dan tiada keinginan dariku kecuali kebaikan bagimu dan engkau diridhai Allah SubhanaHu wa Ta’ala.

Saudariku, semoga Allah SubhanaHu wa Ta’ala mengasihimu… Sungguh Allah SubhanaHu wa Ta’ala telah memuliakan dirimu dengan segala bentuk kenikmatan yang dianugerahkan-Nya kepadamu. Tidakkah tatkala kau mematut dirimu di depan cermin sembari kau memandangi keindahan yang diberikan sang Khaliq kepadamu, kau melihat suatu kesempurnaan yang tiada duanya. Allah Tabaroka wa Ta’ala menganugerahkan kepadamu penglihatan yang dengannya kau dapat melihat, kau dapat membedakan keajaiban dari berjuta-juta warna, dan dengannya pula kau dapat mencermati keindahan ciptaan Allah yang tak terperikan.

Saudariku Muslimah, demikian pula Allah Ta’ala telah menganugerahkan kepadamu pendengaran, yang dengannya kau dapat mendengarkan suara-suara merdu ketika lantunan Al-Qur’an dibacakan, ketika Adzan bergema, dengannya kau dapat mendengarkan nasihat-nasihat yang menyejukkan jiwa dan dengannya pula kau dapat meresapi keindahan kalam-kalam ilahi tatkala dilantunkan. Demikian pula anugerah Allah lainnya seperti kedua kakimu, tanganmu, mulutmu dan lain sebagainya yang sungguh sangat tak terhitung jumlahnya.

Sungguh mulia engkau wahai saudariku, yang menjadikan anugerah yang diberikan Allah kepadanya untuk mendekatkan diri kepada-Nya, seraya merasa kerendahan dan kelemahan dirinya sebagai makhluk yang tak dapat melepaskan diri dari perlindungan Rabbnya, sembari senantiasa berdzikir mengingat kepada keagungan dan kebesaran Allah, Robbanaa Maa Kholaqta Haadza baathilan Subhaanaka… (Ya Rabb kami, tidaklah engkau menciptakan kesemua ini dengan sia-sia, maha suci Engkau…)

Akan tetapi wahai saudariku, semoga Allah menuntunmu ke jalan-Nya yang Haq.
Demi Allah, betapa sedih diriku tatkala melihatmu melupakan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepadamu, kau dengan mudahnya lalai begitu saja dengan anugerah-Nya… Seolah-olah apa yang kau miliki itu adalah dari dirimu sendiri. Tatkala kau takjub dengan kecantikanmu, kau bangga dengan kehalusan dan kemulusan tubuhmu, kau merasa betapa indah matamu, betapa bagusnya bibirmu… Lantas kau pamerkan itu semua ke hadapan orang-orang yang tak layak memandangnya, kau perlihatkan sehingga menjadi sakit orang-orang yang lemah hatinya. Kau menjadi pusat fitnah di muka bumi ini. Aurat yang seharusnya kau tutupi dan kau pelihara serta kau jaga itu, dengan mudahnya kau buka dan kau perlihatkan ke hadapanorang-orang bukan mahrammu. Bagian tubuh yang seharusnya hanya kau tujukan ‘tuk calon suamimu, kau umbar begitu saja di hadapan mereka… sehingga menjadi rusaklah para lelaki-lelaki Muslim, tergiur dengan keindahan dirimu yang seharusnya kau pelihara… Lalu, Kau merdu-merdukan suaramu di hadapan mereka, bahkan kau bermanja-manja dengan mereka, kau biarkan mereka melototi dirimu seolah-olah bak hendak melahap dirimu, bahkan kau biarkan dirimu disentuh dan dipegang-pegang oleh mereka –Naudzu biLlah- Sungguh wahai saudariku!!! Sekali lagi sungguh!!! Tidakkah kau pernah mendengar Nabimu yang mulia ‘alaihi Sholaatu wa Salaam pernah bersabda : “Dua golongan dari Ahli Naar yang belum pernah kulihat sebelumnya”, salah satunya ialah “Wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang yang berjalan dengan berlenggak lenggok, ia takkan masuk surga bahkan takkan mencium baunya.”. Nas’aluLlahus Salaamah wal’Aafiyah (Kita memohon keselamatan dan perlindungan-Nya) !!! Wahai saudariku, maukah engkau termasuk wanita yang disifatkan oleh RasuluLlah sebagaimana hadits di atas? Maukah kau dikatakan sebagai wanita-wanita yang berpakaian namun pada hakikatnya telanjang? Maukah kau dinyatakan sebagai orang yang takkan masuk surga, bahkan mencium baunya pun tidak? SubhanaLlah!!! Sekali-kali tidak!!! Kuyakin bahwa kau pasti tak menghendakinya..

Maka kunasehatkan pada dirimu wahai saudariku yang kukasihi karena Allah,
Sesungguhnya dirimu ini adalah bagian dari laki-laki, engkau adalah keturunan manusia yang memiliki karakter dan keunikan yang luar biasa yang menjadikanmu sebagai manusia yang indah, yang menghiasi dunia dan seisinya. RasuluLlah terkasih pernah bersabda : ”Inna ad-Dunya mataa’un wa khoirul mataa’in mar’atun sholihah” yang artinya, sesungguhnya dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang Sholihah.. Ya! Wanita Sholihah!!! Merekalah sebaik-baik perhiasan, karena dari merekalah lahir generasi-generasi yang luhur budi pekertinya, dari merekalah lahir generasi-generasi terbaik, dan merekalah pondasi tegaknya suatu tatanan. Wanita adalah Ibu, yang merupakan madrasah pertama generasi manusia. Wanita adalah Istri yang dengannya menjadi tentram hati laki-laki. Dan dari wanitalah Allah SubhanaHu wa Ta’ala melahirkan para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan para sholihin.

SubhanAllah, Maha suci Allah!!! Karena begitu besarnya rasa cinta Allah kepada dirimu, Allah Ta’ala memaktubkan namamu dalam salah satu surat pada firman-Nya yang mulia, surat An-Nisaa’! Maka saudariku yang mulia, sudah tak usah kau hiraukan dan kau dengarkan para pengoceh sesat dengan jargon klasiknya yang mengangkat ‘kesetaraan gender’, karena yakinlah, Islam adalah agama yang paling memuliakan wanita yang tak dimiliki oleh ajaran agama lainnya. Mereka, para pengoceh tersebut, tidaklah menyerumu kecuali mereka menghendakimu tuk meninggalkan ajaran agamamu. Mereka menyerumu tuk bertelanjang, berikhtilath (bercampur baur) dengan kaum lelaki, mereka mengajakmu tuk melupakan kodratmu sebagai wanita yang akan melahirkan penerus-penerus bangsa, bahkan mereka akan meracuni pemikiranmu dengan kekjian-kekejian dan kejahatan-kejahatan.

Sudah!! Tak usah kau hiraukan mereka!!! Yakinlah kau, bahwa kebahagiaan yang abadi itu adalah apabila kau menjadi seorang yang taat dan memiliki keutamaan, menjadi istri yang sempurna dan mulia dan menjadi ibu yang baik dan bertakwa. Dan ini semua terkandung dalam tingginya nilai kebenaran, kebaikan dan cahaya keimanan.


Rabu, 25 Januari 2012

Manajemen Cemburu

Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo


Allah Swt. berfirman: “Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari simpati istri-istrimu Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Tahrim:1)

Belakangan ini semakin banyak kaum ibu baik kalangan umum maupun kalangan aktivis atau istri aktivis dakwah (ummahat) yang sedang dihinggapai rasa was-was dan ada sebagian yang semakin panas dibakar api cemburu pada sang suami gara-gara banyak kalangan bapak-bapak aktivis (abi-abi) yang getol melontarkan isu ta’addud yang sebenarnya bukan sekadar bahan pembicaraan, namun secara riil telah menjadi semacam teror, monster maupun momok bagi kaum ibu meskipun hal itu di pikiran para suami mungkin sekadar intermezzo, canda, iseng, cerita lepas tetapi memang tidak dipungkiri ada sebagian mereka yang sengaja menggencarkan isu tersebut sebagai upaya sistemik bagi semacam ‘pemanasan’, mukadimah, ‘conditioning’ (pengkondisian) ataupun apalah namanya yang penting istri mereka terbiasa mendengar wacana ataupun fenomena itu dengan harapan lama-lama kebal dan biasa sehingga bila tiba saatnya terjadi kenyataan dialami suami mereka tidak kaget ataupun protes lagi, hanya sekadar memaklumi saja.

Keresahan dan kecemburuan kalangan ummahat tersebut tidak jarang juga dipicu dan ‘dikomporin’ oleh cerita yang bersumber dari suami mereka, berita media massa ataupun kabar burung, gosip dan rumpian para ummahat bahwa suami si anu nikah lagi, si aktivis anu sedang dalam proses ta’addud. Api kecemburuan tersebut semakin berkobar dan kewaspadaan ditingkatkan menjadi waspada satu atau situasi stadium gawat darurat karena semakin hari semakin bertambah panjang deretan koleksi nama-nama keluarga yang memekar menjadi berbilang. Alasan mereka sih sah-sah saja kan diperbolehkan syariah terlepas dari tepat tidaknya untuk kondisi mereka. ‘Nikah lagi, siapa takut’ demikian seloroh sementara ikhwan dan dibalas sang istri sambil tersungut; “gi, sono deh…! siapa takut! Satu aja nggak keurus dengan adil!” Dan saya sedang tidak ingin membahas masalah ta’addud yang kontroversial ini, melainkan saya ingin mengkaji fenomena lain seputar cinta dan pernikahan yakni kecemburuan atau rasa cemburu.

Kecemburuan yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai ghoirah dan dalam bahasa Inggris disebut jealousy merupakan gejala fitrah, wajar dan alamiah dari seseorang sebagai rasa cinta, sayang dan saling memiliki, melindungi (proteksi) dan peduli. Namun pada kenyataan keseharian rasa, cemburu tidak jarang mendapatkan stigma dan konotasi yang selalu negatif sebagai bentuk ekspresi dan refleksi yang tidak pada tempatnya, norak, egois, curiga dan sebagainya. Memang pada umumnya, akan terasa menyesakkan dan hidup dalam kesengsaraan dan penderitaan bila seorang wanita selalu dibayangi perasaan cemburu. Seorang wanita bijak pernah berkata, “Aku pernah mendapati seorang teman yang begitu menderita, banyak mengeluh, pencemburu, karena suaminya sering bepergian. Ia juga merasa cemburu ketika suaminya membuat janji dengan rekan kerja, sedang menelpon atau sedang menulis surat, atau bahkan ketika sedang termangu dan tersenyum malu. Ia merasa yakin bahwa dalam pikiran suaminya pada saat itu terdapat wanita lain.”

Kondisi pikiran dan kejiwaan seperti ini timbul dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Secara internal mungkin karena ia tidak mampu mengendalikan kecemburuan dan potensi kewaspadaannya dengan bijaksana sehingga kehilangan kepercayaan pada suaminya dengan merugikan dirinya sendiri berdasarkan sesuatu indikasi sumir yang belum jelas masalahnya. Adapun secara eksternal memang tidak menutup kemungkinan ada banyak indikasi yang mengarah kepada kelayakan suami untuk dicemburui, dicurigai ataupun diwaspadai seperti penampilan genit, mata keranjang maupun ‘gatelan’.

Meskipun demikian, rasa cemburu sebenarnya tidak hanya dihinggapi kaum wanita saja melainkan juga kaum pria. Kalau ada sebutan istri pencemburu yang sering mengganggu keleluasaan ruang gerak suami, juga ada istilah suami cemburuan yang jealous melihat kemajuan istri yang positif ataupun terhadap perangainya yang di matanya selalu mencurigakan. Semuanya itu yang ideal memang seharusnya ditepis dengan cara mencegah rasa cemburu untuk berubah menjadi duri dalam daging, pasir dalam pikiran bayangan hitam yang menyelimuti perasaan maupun dengan cara klarifikasi (tabayyun), koreksi (tanashuh), maupun introspeksi (muhasabah) secara lapang dada, kepala dingin dan pikiran jernih sebelum segalanya terjadi. Sebab, jika tidak maka keadaan rumah tangga akan menjadi semakin genting, kritis, parah dan susah mengobatinya yang berakibat pada kesengsaraan. Bukankah Allah telah berpesan dalam firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim:6)

Dalam hal manajemen kecemburuan ini agar tidak menyengsarakan semuanya, Imam Ibnul Qayyim dalam Raudhatul Muhibbin (hal.241-242) menganjurkan para wanita muslimah untuk meniru karakteristik bidadari surga yang berhati suci sebagaimana disebutkan Allah dalam firman-Nya: “dan untuk mereka di dalamnya terdapat isteri-isteri yang suci.” (QS. Al Baqarah:25). Yaitu dengan membangun kejiwaan yang bersih dari perasaan cemburu yang tidak pada tempatnya, sikap kepribadian yang menyakiti hati suami, dan menjauhkan dari benak mereka untuk memikirkan pria lain selain suami mereka.

Namun begitu, sebenarnya tidak semua cemburu itu membawa kesengsaraan dan tidak terpuji. Sebab rasa cemburu merupakan suatu potensi kejiwaan yang bila dipakai dan dikelola pada tempatnya secara wajar justru akan menjadi kontrol positif dan bukan menjadi sikap negatif yang kontra produktif. Imam Al Munawi dalam kitab Al-Faidh justru menyatakan bahwa wanita yang paling mulia dan yang paling luhur cita-citanya adalah mereka yang paling pencemburu pada tempatnya. Maka sifat seorang beriman yang cemburu (ghoyyur) pada tempatnya adalah sesuai dengan sifat yang dimiliki oleh Rabbnya. Siapa yang mempunyai sifat menyerupai sifat-sifat Allah, maka sifat tersebut berada dalam perlindungan-Nya dan mendekatkan diri seorang hamba kepada rahmat-Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah itu memiliki sifat cemburu dan orang-orang beriman juga memilikinya. Adapun rasa cemburu Allah ialah ketika melihat seorang hamba yang mengaku dirinya beriman kepada-Nya melakukan sesuatu yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari dan Nasa’i).

Kehilangan rasa cemburu dan tumbuhnya sikap ketidakpedulian pada pasangan hidup dan keluarga baik para istri maupun suami dengan membiarkan penampilan, perilaku dan aktivitas keluarga mereka tanpa kontrol (muraqabah) dengan dalih saling percaya meskipun realitas di depan mata mengundang fitnah dan membawa indikasi negatif akan membuka peluang bagi penodaan kehormatan dan citra keluarga sangat dibenci dalam Islam yang mana Nabi melaknat perangai dayyuts yakni kehilangan rasa cemburu pada keluarga agar tidak jatuh kepada kemaksiatan. Beliau juga bersabda: “Orang-orang mukmin itu pencemburu dan Allah lebih pencemburu.” (HR. Muslim). Cemburu dalam arti yang positif di sini harus didasari cinta (mahabbah) karena Allah, bukan karena emosi hawa nafsu dan egoisme agar keluarga terselamatkan dari api neraka. Saad bin ‘Ubadah berkata: “Dengan cinta itu pula sebuah kebahagiaan hidup seseorang akan terasa semakin sempurna (abadi).”

Abu Faraj menjelaskan dalam An-Nira bahwa menurut Mu’awiyah terdapat tiga macam kemuliaan, yaitu sifat pemaaf, mampu menahan lapar dan tidak berlebihan dalam memiliki rasa cemburu (yang tidak pada tempatnya). karena berlebihan itu merupakan hal melampaui batas dan merupakan suatu kezhaliman terhadap pasangannya.

Cemburu demi kebenaran dan ketaatan merupakan dasar perjuangan amar ma’ruf nahi munkar. Untuk itu, apabila tidak terdapat kecemburuan dalam hati seorang yang beriman, maka sudah dapat dipastikan tidak ada dorongan untuk berjuang dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar padanya yang dimulai dari diri dan keluarganya. (QS.AT-Tahrim:6) Oleh karena itu, Allah menciptakan sebagian dari tanda kecintaan-Nya untuk berjuang sebagaimana firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siap yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah:54)

Kecemburuan yang pada tempatnya akan bernilai ibadah dan dicintai Allah yakni cemburu terhadap sesuatu pelanggaran nilai syariah secara pasti dan jelas. Namun kebalikannya, kecemburuan akan bernilai maksiat dan dibenci Allah yang justru akan merenggangkan tali cinta kasih suami-istri, mengganggu ketenteraman keluarga dan menyengsarakan hidup bersama jika hal itu cuma mengada-ada, su’udzon (negative thinking), syak wasangka, curiga terhadap sesuatu yang belum jelas dan pasti, serta cemburu buta secara bodoh karena rasa was-was yang tidak pada tempatnya itu berasal dari setan (QS. An-Naas:3-6). Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya kecemburuan itu ada yang disukai oleh Allah dan ada yang dibenci oleh-Nya. Adapun kecemburuan yang disukai adalah kecemburuan pada hal-hal yang pasti, sedangkan yang dibenci oleh-Nya adalah kecemburuan pada hal-hal yang tidak pasti.” (HR. Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Hibban).

Dengan demikian, rasa cemburu ada dua macam. Pertama adalah cemburu yang merupakan fitrah manusia, yaitu cemburu netral yang dapat menjaga dan melindungi harga diri dan keluarga dari tindakan pencemaran citra dan atau sikap melampaui batas. Cemburu seperti itu dianggap akhlaq mulia yang patut dimiliki oleh setiap orang beriman. Kedua, adalah cemburu yang merugikan, dibenci dan terlarang, yaitu rasa cemburu tanpa alasan yang selalu menyiksa jiwa. Ketika pikiran sedang dikuasai prasangka buruk, dapat saja kita menuduh orang yang tidak bersalah. Di atas itu semua, rasa cemburu yang tidak beralasan dapat merusak dinamika dan ketenteraman kehidupan rumah tangga. Rasulullah pernah bersabda: “Rasa cemburu ada yang disukai Allah dan ada pula yang tidak disukai-Nya. Kecemburuan yang disukai Allah adalah yang disertai alasan yang benar. Sedangkan yang dibenci ialah yang tidak disertai alasan yang benar.” (HR. Abu Daud).

Api cemburu buta yang tidak pada tempatnya dapat menghanguskan kebenaran dan melahirkan tindakan gegabah ataupun aniaya. Kondisi demikiankah yang menjadi asbabun nuzul dari surat At-Tahrim di atas yang memberikan pelajaran tentang arti cinta dan cemburu sehingga cinta kepada Allah harus didudukkan yang paling tinggi sehingga cemburu tidak akan keluar dari rel kesucian cinta kepada Allah, meskipun semula berangkat dari fitrah alamiah dari rasa cemburu. Rasulullah pernah bertanya pada istrinya, Aisyah Ummul Mukminin RA.: “Apakah engkau pernah merasa cemburu?” Aisyah menjawab, “Bagaimana mungkin orang seperti diriku ini tidak merasa cemburu jika memiliki seorang suami seperti dirimu.” (HR. Ahmad).

Ketika Rasulullah sampai di Madinah bersama Shafiya yang sama-sama hijrah dan yang beliau nikahi di perjalanan menuju Madinah, Aisyah berkata: “Aku menyamar dan keluar untuk melihatnya. Tetapi, Rasulullah mengetahui apa yang kulakukan dan beliau berjalan ke arahku. Maka aku pun bergegas meninggalkan beliau. Namun beliau mempercepat langkahnya hingga menyusulku. Kemudian beliau bertanya: “Bagaimana pendapatmu tentang dirinya.’ Aisyah menjawab dengan nada sinis, ‘ia adalah wanita Yahudi, putri seorang Yahudi.” (HR. Ibnu Majah).

Dari Aisyah RA, ia berkata: ‘pernah suatu malam, Nabi saw ada bersamaku dan beliau pada saat itu mengira aku telah tertidur. Maka beliau keluar dan aku pun mengikuti jejak langkah beliau. Sungguh aku mengira bahwa beliau pergi untuk menemui istrinya yang lain, hingga beliau sampai pada suatu tempat pemakaman. Lalu beliau pun berbelok dan aku pun mengikutinya. Beliau mempercepat langkahnya dan aku pun mempercepat langkahku. Kemudian beliau bergegas kembali ke rumah dan aku pun berlari agar dapat mendahuluinya menuju rumah. Setelah beliau memasuki rumah, beliau bertanya mengapa nafasku terengah-engah seperti orang yang menderita asma sedang mendaki suatu bukit. Aku pun menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada beliau, bahwa tadi aku mengikuti ke mana beliau pergi. Beliau pun bertanya, ‘apakah engkau mengira bahwa Allah dan Rasul-Nya akan tega menyakiti dirimu?’” (HR. Muslim)

Kecemburuan fitrah yang demikian juga dimiliki oleh kalangan sahabat Nabi yang laki-laki. Sebagian sahabat Rasulullah pernah mempunyai rasa cemburu yang agak berlebihan, seperti Umar bin Khatab dan Zubair bin Awwam. Mengenai kecemburuan Umar, dikisahkan sebuah hadits dimana Rasulullah menceritakan: “Ketika aku tidur, aku bermimpi bahwa diriku ada di surga. Tiba-tiba ada seorang wanita sedang berwudhu di dekat sebuah istana surga. Aku bertanya, ‘milik siapa istana itu?’ mereka mengatakan, ‘milik Umar’, lalu aku teringat pada kecemburuan Umar, segera saja aku pergi berlalu. Umar lantas menangis mendengar cerita beliau seraya berkata, ‘Apakah kepadamu aku akan cemburu wahai Rasulullah?’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kecemburuan Zubair dikenal melalui riwayat yang dikisahkan istrinya, Asma binti Abu Bakar RA. “Pada suatu hari aku dalam perjalanan pulang sambil memikul biji gandum di kepala. Lalu aku bertemu dengan Rasulullah (iparnya) yang tengah bersama seseorang dari kalangan Anshar. Beliau memanggilku dan mengatakan: ‘ikh ….Ikh…’(menyuruh untanya untuk menunduk) agar dapat memboncengku di belakangnya. Aku merasa malu berjalan bersama laki-laki dan teringat pada kecemburuan Zubair, sebab Zubair termasuk orang yang sangat pencemburu. Rasulullah saw mengerti bahwa aku merasa malu, lalu beliau pergi berlalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bahkan Sa’ad bin Ubadah pernah berkata: “Seandainya aku melihat seorang laki-laki bersama isteriku, niscaya aku pukul ia dengan pedang pada bagian yang tajam (untuk membunuhnya).” Maka Rasulullah berkata, ‘apakah kalian heran akan kecemburuan Sa’ad, sungguh aku lebih cemburu daripadanya dan Allah lebih cemburu daripadaku.’” (HR. Bukhari dan Muslim). Qais bin Zuhair juga pernah berkata: “Aku ini adalah tipe orang yang memiliki sifat pencemburu, orang yang cepat merasa bangga dan memiliki perangai yang kasar. Akan tetapi, aku tidak akan merasa cemburu, sampai aku melihat sendiri dengan mata kepalaku. Aku juga tidak merasa bangga sampai aku berbuat sesuatu yang patut untuk dibanggakan. Aku juga tidak akan berlaku bengis sampai diriku benar-benar dizhalimi.”

Meskipun demikian, namun berkat rahmat Allah, berbagai peraturan syariat mampu menjinakkan dan mengendalikan kecemburuan para sahabat tersebut. Terdapat kisah seorang sahaya perempuan Umar ikut shalat Subuh dan Isya berjamaah di masjid Nabawi. Dikatakan kepadanya: ‘mengapa kamu keluar rumah, sedangkan kamu tahu Umar tidak senang akan hal itu dan akan merasa cemburu?’ ia menjawab, ‘Apa yang menghalanginya untuk melarang aku (keluar rumah untuk pergi ke masjid)?’ Lanjutnya, ‘ia justru dihalangi untuk melarangku demikian oleh sabda Rasul ‘janganlah kamu larang hamba wanita Allah untuk pergi ke masjid’.” (HR. Bukhari).

Fenomena yang beragam ini dalam menyikapi kecemburuan memang sangat dipengaruhi oleh pemahaman terhadap makna kecemburuan di samping oleh pembawaan pribadi, karakter atau temperamen individu. Namun, terdapat titik temu yang menjadi pegangan dalam hal kecemburuan yakni dalam rangka amar ma’ruf dan nahi mungkar, melindungi harga diri dan keluarga serta mencegah kemungkinan terjadinya fitnah yang mencemarkan dan menodai kesucian keluarga berdasarkan indikasi kuat, bukti yang nyata serta gejala yang pasti dalam bingkai baik sangka (husnuudzdzan/positive thinking) yang lebih mendahulukan keutuhan keluarga shalihah agar senantiasa dalam ridha Allah SWT dan syariat-Nya. Wallahu A’lam Wa Billahit taufiq wal Hidayah.


Rabu, 18 Januari 2012

Dicinta dan Mencinta-baginya...

Ketika membacai huruf-huruf ini tertegun aku, 
hanya diam sesaat... lagi-lagi tentang cinta manusia yang ingin RidhoNya
Do'a dari keinginan hati yang suci, 
malu aku dibuatnya... :'( 
permintaannya sederhana 
tapi bijaksan.... 
Sekali lagi malu aku dibuatnya... :'( 
Tapi bersyukur bisa mengenalnya... Kami berjalan bersama dalam tapak perjuangan yang tak mudah.. 
Terlebih sering aku yang mendapati ia banyak memberiku pelajaran luar biasa mengenai CINTA
Ia masih cukup muda jika berbicara cinta. Tapi tak ubahnya ia bagai pelangi yang justru menegaskan warna cinta itu... Sering kali aku berkaca padanya bagaimana menerjemahkan WARNA cintaNya
SubhanAllah....

Dicinta dan Mencinta

ya Allah,
bila dia bukan untuk ku,
bila dia bukan jodohku,
maka berilah ganti yang lebih baik buatnya.
dan bantulah aku untuk memperbaiki diriku.
ya Allah,
bila ini bukan waktunya,
bila ini belum saatnya,
jarakkan kami.
pisahkan kami.
agar kami jauh dari dosa dan perkara sia-sia.
agar kami tak mengundang kemurkaan-Mu.
agar kami dapat lebih menjaga hati.
dan  bila doaku didengari,
bila permintaanku Engkau kabulkan,
bila waktu membina jarak yang memisahkan,
bila waktu membina tembok yang merenggangkan,
dan bila kami semakin jauh,
ingatkan aku tentang doaku yang lalu.
ya Allah,
bila itu terjadi,
yakinkan aku,
bahawa doaku Engkau kabulkan,
agar dapat ku lindungi hati ,
bahawa Engkau sedang merencanakan yang terbaik.
bantulah aku menjalani hari,
bantulah aku menerima dengan ketabahan.
agar terhapus semua kesedihan dan kekecewaan.
Sungguh,
Engkaulah sebaik-baik tempat berharap dan tempat memohon
Sungguh, Engkaulah yang mengetahui yang lebih baik untukku
Sungguh, Dunia adalah hal sepele
Allah, izinkanku dicinta dan mencintai-Mu diatas segalanya. 

-d'R-

MASYA ALLAH LAA QUWWATA ILLAA BILLAH...

Ketika Akhwat Mengajukan Diri

Kisah ini nyata pernah dijalani oleh seorang makhlukNya bernama wanita. Banyak hikmah yang terkandung dalam cerita yang disajikan di sini. Gali hikmahnya, petik pelajaran yang ada, dan jadikan bekal memperoleh semangat menjadi muslimah mulia yang dicemburui bidadari SurgaNya.. Mari berfastabiqul khairat! \^_^
Menjaga hati dari cinta yang selain karenaNya juga fastabiqul khairat lhooo!!! ;)
HAMMASAH!!! \^_^/

Bismillaahirrohmaanirrohiim...

“Assalamu’alaikum…” sapaku dengan nafas setengah tersengal pada Ka Mia sambil cipika cipiki.“Wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh… Sehat Dhir?” balasnya sambil tersenyum.
“Alhamdulillah Ka… Kakak udah lama di sini?” sahutku sambil menyelonjorkan kaki.
“Baru nyampe juga kok… Mbak Syifa telat katanya, kita diminta mulai dulu. Kita tunggu satu orang lagi aja ya baru kita mulai liqonya…”
“Ok deh ka…”
Kami sama-sama terdiam; aku melepas lelah sambil mengatur nafas yang sempat tersengal karena terburu-buru menuju masjid ini, sedangkan Ka Mia berkutat dengan BB di tangannya. Entahlah, aku melihat ada semburat yang berbeda dari wajah Ka Mia. Seperti tahu sedang diperhatikan olehku, Ka Mia langsung mengalihkan pandangannya dari BB di tangannya ke arahku.
“Dhira, gimana kabar CV-mu? Udah ada CV ikhwan yang masuk belum dari Mbak Syifa?” sungging senyumnya dan pertanyaannya membuat hati ini dag dig dug.
Waduuh, kenapa tiba-tiba sang kakak menanyakan hal ini? Aku sebenarnya sudah lama tak ingin membahas tentang hal ini. Ya, sepertinya memang belum bisa tahun ini dan aku sudah menggeser planning itu di 2012 nanti.
“Hmm… belum ka… Kakak sendiri gimana? Udah lagi proses yaaa?” jawabku sambil menggodanya.
Ya. Kami berdua sama-sama sedang dalam masa pencarian dan penantian sang belahan jiwa. Kadang, waktu-waktu menjelang liqo atau setelahnya-lah yang membuat kami sering berbincang tentang masalah perkembangan proses pencarian dan penantian ini. Seperti saat ini yang kami bincangkan.
Teringat dulu, ketika satu bulan aku memasuki kelompok baru ini, ada program ta-akhi (dipersaudarakan) dari Mbak Syifa. Aku dan Ka Mia adalah salah satu pasang ta-akhi dalam lingkaran ini. Program ta-akhi dalam lingkaran kami katanya bertujuan untuk saling menjaga satu sama lain, saudara yang dita-akhikan adalah yang harus paling tahu tentang kondisi saudara yang dita-akhikan dengannya. Walaupun usia Ka Mia terpaut 3 tahun di atasku, tapi kami sudah seperti sahabat dekat, saling bercerita termasuk masalah proses ini. Ya, program ta-akhi dalam suatu ‘lingkaran’ ternyata amat berdampak untuk bisa saling menjaga.
“Aku juga belum, Dhir… Hmm… karena aku menempuh jalan yang berbeda dari yang lain…” wajah Ka Mia terlihat memerah.
Aku memandanginya dengan bahasa wajah tak mengerti.
“Sebenernya, aku udah ada kecenderungan dengan seorang ikhwan…” lanjutnya sambil lekat memandangku dan sepertinya ingin tahu apa reaksiku.
“Hah?? Beneran Ka? Siapa? Aku kenal gak?” rasa penasaranku mulai mencuat ke permukaan hingga bertubi-tubi pertanyaan terlontar.
“Dhira pernah ketemu kok sama orangnya. Inget ga waktu dulu pas Ramadhan, kelompok liqo kita bantuin ngadain buka puasa bersama anak yatim dari kantorku? Nah, yang jadi MC-nya itu, Dhir…” Ka Mia memberikan clue.
Aku mencoba mengingat-ingat. Tak sampai 5 menit, aku bisa mengingatnya dengan jelas. Seorang laki-laki berkemeja kotak-kotak tanpa peci membawakan acara buka puasa bersama anak yatim di daerah Jakarta Selatan. Gayanya yang supel dan agak selengekan, tak memperlihatkan tanda-tanda bahwa dia seorang ikhwan. Tapi cukup salut dengannya karena bisa membuat anak-anak kecil tertawa dengan lelucon yang ditampilkannya. Aaaahh, ga salah niih Ka Mia ‘naksir’ ikhwan seperti dia? Ka Mia yang terkenal shalihah, kalem dan berjilbab lebar ‘naksir’ ikhwan yang agak selengekan itu.
“Hm… bukannya kakak ga kenal dia sebelumnya ya? Dia itu kan yang ‘punya’ wilayah tempat santunan anak yatim itu bukannya?  Ketemunya pas acara itu aja kan?”
“Iya, awalnya emang ga kenal. Ketemu dia juga pas koordinasi beberapa hari menjelang acara dan saat acara. Tapi setelah acara, tepatnya menjelang Idul Fitri, dia add FB-ku. Dari situ akhirnya ada komunikasi via FB. Dan ternyata kantorku juga tertarik untuk menyalurkan qurban Idul Adha di daerahnya, maka jadilah komunikasi itu terjalin kembali.”
“Hoo… gitu… Hmm… boleh tau ga ka? Apa sih yang membuat kakak naksir dia?” rasa keingintahuanku semakin memuncak, hanya ingin tahu apa yang membuat akhwat seshalihah Ka Mia ‘naksir’ seorang ikhwan.
Dari kejauhan, muncullah seorang akhwat bergamis biru dongker. Rina, seorang saudari di lingkaran ini juga. Maka seperti kesepakatan di awal, liqo ini akan dimulai jika sudah ada satu akhwat lagi yang datang.
“Kapan-kapan lagi aja ya Dhir ceritanya…” ujar Ka Mia setengah berbisik sebelum akhirnya Rina mendekati kami.
Liqo pun dimulai dengan tilawah dan kultum. Tak berapa lama kemudian, Mbak Syifa datang dan memberikan materi tentang sabar.
Tiba-tiba selagi asyik mengetik poin-poin penting dari materi yang disampaikan oleh Mbak Syifa, HP yang kupegang bergetar. Ada sms masuk. Dari Ka Mia rupanya, padahal kami duduk bersebelahan.
“Dhir, aku mau lanjutin cerita yang tadi, bada liqo, bisa ga? Tapi khawatir dirimu pulang kemaleman…”
Secepat kilat, kubalas smsnya: “Insya Allah bisa Ka. Nanti aku pulang naik bajaj, tenang aja… :)”
“Siip klo gitu, nanti kita sambil dinner aja sekalian…”
“Azzzeeekk… ditraktir… hehe… ^_^  …”
“Siip, insya Allah… ^_^  …”
Adzan berkumandang, liqo ditutup sementara untuk shalat Maghrib lebih dulu. Aku tak sabar ingin tahu kelanjutan cerita dari Ka Mia, cerita seorang akhwat yang punya kecenderungan lebih dulu terhadap ikhwan. Jarang-jarang ada yang cerita seperti ini ke aku, patut didengarkan. Ya walau kadang ketika seorang akhwat bercerita tak memerlukan saran, maka cukupkan cerita itu sebagai pelajaran.
Liqo pun dilanjutkan. Setelah diskusi tentang materi, saatnya sharing qhodhoya (masalah) dan evaluasi binaan serta amanah. Hingga akhirnya, tepat adzan Isya berkumandang, liqo pun usai. Kami bercipika cipiki ria sebelum pulang. Sementara yang lain memutuskan untuk pulang, aku memutuskan untuk shalat Isya dulu di masjid, sedangkan Ka Mia yang sedang datang bulan menungguku di teras masjid.
Usai shalat Isya, aku dan Ka Mia mulai menelusuri jalan di sekitar RSCM untuk mencari tempat makan. Akhirnya pilihan tempat makan jatuh pada sebuah rumah makan seafood. Kami memilih menu nasi goreng seafood dan juice strawberry. Sambil menunggu menu yang akan dihidangkan, mulailah cerita tadi sore dilanjutkan.
“Oiya Dhir, tadi sore ceritanya sampai mana ya?” pancing Ka Mia lebih dulu.
“Oohh… tadi itu aku nanya, apa siih yang membuat kakak punya kecenderungan sama ikhwan itu?”
“Hmm.. Ok, aku akan cerita Dhir. Selama ini aku bisa nahan cerita ini, tapi sepertinya hari ini ga bisa kutahan untuk ga cerita ke kamu. Jadi, tolong dijaga ya..”, lagi-lagi senyumnya menyejukkan jiwa.
“Siip ka, tenang aja. Palingan nanti aku minta izin buat nulis tentang ini, itupun kalo kakak ngijinin.. hehe, dengan sedikit penyamaran tentunya. Maklum, penulis, slalu mencuri-curi kesempatan untuk menuliskan pengalaman yang inspiratif..”, jawabku sekenanya.
Ternyata direspon baik oleh Ka Mia, “Boleh banget Dhir, aku percayakan ke kamu deeh..”
Menu yang ditunggu pun datang. Berhubung lapar sangat, aku meminta izin untuk mendengarkan cerita sambil makan. Dan Ka Mia pun memulai ceritanya.
“Alasan aku punya kecenderungan dengan ikhwan itu sebenernya karena ada kriteria calon suami yang pas pada dirinya. Ini terkait karakter dia, entahlah aku merasa ‘klik’ aja dengan karakternya. Orangnya supel dan dengan gayanya yang seperti itu, aku yakin dia bisa memudahkan aku untuk berdakwah di keluarga besar. Karena selama ini, aku agak sulit ‘berpengaruh’ di keluarga besar. “
Masya Allah, alasannya ternyata itu; karakter untuk memudahkan berdakwah di keluarga besar. Beda dah emang kriteria akhwat shalihah untuk calon suaminya, bervisi dakwah euy. Bukan kriteria fisik, misalnya putih dan tinggi, seperti yang biasanya sering dicurhatkan ke aku oleh beberapa akhwat yang mencantumkan putih dan tinggi sebagai kriteria calon suami mereka. Ya, karena jika dilihat dari fisiknya, ikhwan yang dicenderungi oleh Ka Mia, termasuk yang biasa saja, standar, tidak putih dan juga tidak tinggi, tapi tetap lebih tinggi sang ikhwan dibandingkan Ka Mia.
“Oohh gitu ka.. trus akhirnya apa yang kakak lakukan?”, tanyaku sambil menyeruput juice strawberry.
“Akhirnya, setelah istikharah beberapa malam, aku sampaikan tentang hal ini ke Mbak Syifa. Mbak Syifa pun berusaha mencarikan jalur tarbiyah sang ikhwan lewat teman Mbak Syifa. Nunggu kabar itu, lama banget, berminggu-minggu baru dapat kepastian bahwa ternyata temannya Mbak Syifa yang ada di daerah yang sama dengan ikhwan itu, ga bisa mendeteksi karena ga ada yang kenal dengan ikhwan itu. Waaah, sempet terpikir tuh sama aku, ini ikhwan, tarbiyahnya sehat gak ya? kok ga dikenal ya di daerahnya sendiri? Mbak Syifa pun ga bisa bantu lagi. Kembali aku istikharah, nanya sama Allah, gimana lagi ini caranya untuk menemukan jalur tarbiyahnya? Dan akhirnya petunjuk itu datang. Aku teringat pas koordinasi acara santunan anak yatim itu, aku juga koordinasi sama seorang akhwat selain sama sang ikhwan. Tentunya sang akhwat mengenal baik sang ikhwan karena berada di satu daerah.  Akhwat itu udah punya anak dua, Mba Nany namanya. Aku beranikan diri menyatakan hal itu ke Mba Nany via FB, tapi izin dulu ke Mbak Syifa. Mba Syifa mempersilakan. Alhamdulillah, Mbak Nany merespon cepat, beliau minta MR-ku untuk hubungin beliau, kemungkinan besar Mbak Nany tahu jalur tarbiyah sang ikhwan. Aku kasih tahulah respon ini ke Mbak Syifa dan minta tolong Mbak Syifa hubungin Mbak Nany. Aku kasih nomor Mbak Nany ke Mbak Syifa.”
“Sambil dimakan Ka.. “, sela-ku karena melihat nasi di piring Ka Mia masih banyak dibandingkan nasi di piringku yang tinggal beberapa suap lagi.
Ka Mia pun menyuapkan nasi goreng seafood ke mulutnya.
“Waah,, ribet juga ya Kak, prosesnya. Salut aku, kakak sampai sebegitu beraninya.”
“Ya namanya juga ikhtiar, Dhir.. Aku juga ga nyangka bakal seberani ini. Tapi ya itu tadi, sebelum bertindak apa-apa, aku istikharah dulu, curhat ke Allah. Dan Allah memantapkan hati ini untuk bertindak pada akhirnya, makanya aku berani. Pas mau cerita ke Mbak Syifa n Mbak Nany aja, ada rasa ga berani.. Tiap mau kirim message, pasti didelete lagi, diurungkan niatnya. Baru ada keberaniaan mengirim message setelah shalat istikharah..”
Masya Allah, baru kali ini aku mendengar cerita akhwat yang mencari jalur tarbiyah ikhwan. Biasanya, ikhwan yang berusaha mencari jalur tarbiyah akhwat. Benar-benar jalan yang ditempuh berbeda dari yang lain. Tak sabar diri ini menunggu cerita selanjutnya dari Ka Mia.
“Trus akhirnya udah ada progress dari Mbak Nany n Mbak Syifa?”
Ka Mia menyeruput juice strawberry-nya baru kemudian melanjutkan cerita, dengan sedikit menghela nafas.
“Huuffhh. Ya, aku udah dapet kabar dari Mbak Syifa, baru aja kemarin Mbak Syifa meminta aku ke rumahnya. Jadi ternyata, Mbak Nany itu harus nanya dulu ke Murabbiyahnya untuk mencari tahu siapa Murabbi sang ikhwan. Makanya agak lama juga progressnya, hampir satu bulan. Mbak Syifa ga tau bagaimana MR Mbak Nany mengkomunikasikan hal ini ke MR sang ikhwan, yang jelas Mbak Syifa mohon tidak menyebutkan namaku, untuk menjaga izzah. Trus barulah dapet kabar kalo MR ikhwan itu agak keberatan dengan akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, dan ada kemungkinan MR ikhwan itu sudah punya proyeksi akhwat lain untuk sang ikhwan. Mungkin sang MR menginginkan binaannya ta’aruf dimana masing-masing belum saling kenal, berbekal dari CV pilihan sang MR, masih seperti jaman awal dakwah dulu. Kalo kata Mbak Syifa, kebanyakan MR ikhwan itu biasanya memang masih belum menerima jika ada akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, beda dengan MR akhwat yang lebih terbuka dan ga mempermasalahkan kalo ada akhwat yang mengajukan diri. Jadi memang agak sulit kalo Mbak Syifa harus ngomong langsung ke MR sang ikhwan. Soalnya kan udah tau pandangan MR ikhwan itu terkait akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, seperti apa. Lagipula sempat disinggung kemungkinan sudah ada proyeksi akhwat lain untuk sang ikhwan dari MRnya. Kalo Mbak Syifa langsung menghubungi MR sang ikhwan, itu pasti mau ga mau akan membuka namaku. Mbak Syifa juga masih bingung makanya mau gimana kelanjutannya dan keputusan itu diserahkan ke aku; mau dihentikan atau mau tetap lanjut tapi gimana caranya? Ya, gitu deh ceritanya.. Gimana tanggapanmu, Dhir?”, Ka Mia mengakhiri cerita itu dengan senyum simpulnya.
Aah.. Ka Mia masih bisa tersenyum dengan kabar seperti itu. Jika aku berada di posisinya mungkin sudah menyerah dengan perjuangan untuk menuju ta’aruf yang super duper ribet seperti itu. Belum aja ta’aruf, sudah ribet sedemikian rupa, apalagi jika sudah ta’aruf dan menuju jenjang pernikahan. Mungkin ini yang disebut perjuangan untuk sebuah rasa yang harus dipertanggungjawabkan.
“Hoalah.. Kok ribet banget ya ka? MR ikhwan udah jelas-jelas keberatan kalo akhwat mengajukan diri lebih dulu dan sepertinya udah punya proyeksi akhwat lain untuk sang ikhwan. Uppss.. maaf Ka.. “, aku menahan kata-kata lainnya untuk dikeluarkan, khawatir menyinggung perasaan Ka Mia.
“Kok minta maaf? Ga papa Dhir.. Ya begitulah ikhwan, kadang sulit dimengerti. Aku juga belum tau apakah sang ikhwan memiliki kecenderungan yang sama atau ga sepertiku. Masalahnya, baru kali ini aku menemukan seseorang yang aku rasa ‘klik’ denganku, maka aku mau coba berusaha mengikhtiarkan jalan ini. Di usia yang sudah seharusnya menikah, apalagi yang ditunggu jika ada seseorang yang dirasa sudah cocok dengan kita. Jalan satu-satunya adalah mengikhtiarkan walaupun aku belum tau sebenarnya apakah ikhwan itu punya kecenderungan yang sama. Jika sudah diikhtiarkan jadi ga penasaran, apapun itu hasilnya. Toh kalo jodoh ga ke mana kan?”
Aah.. Kata-katanya ini sungguh menancap dalam ke relung hatiku. Usia Ka Mia yang saat ini sudah menginjak 26 tahun memang sudah selayaknya menikah. Aku saja yang 3 tahun di bawahnya juga sedang dalam pencarian dan penantian, apalagi Ka Mia yang sudah bertahun-tahun mencari dan menanti. Tak terbayangkan bagaimana perasaannya selama itu menanti.
“Iya, ka.. insya Allah jodoh ga pernah ketuker. Kalo memang Ka Mia berjodoh di dunia ini dengan ikhwan itu, insya Allah jalan menuju ke sana pasti terbuka. Hm.. kalo menurutku ga masalah sebenernya akhwat mengajukan diri lebih dulu, itupun ada contohnya dari bunda Khadijah. Ya tapi memang ga lazim aja di jaman sekarang ini, masih dianggap tabu bagi sebagian besar orang. Oya, aku mau tanya sama kakak donk, apa kakak udah tahu betul bagaimana akhlaq sang ikhwan hingga akhirnya kakak berniat mengajukan diri lebih dulu? “, naluri konsultan mulai muncul dalam diri.
“Insya Allah udah, Dhir. Ketika aku mengutarakan hal ini ke Mbak Nany, yang juga kenal baik dengan ikhwan itu, aku juga minta dijelaskan bagaimana karakter dan sifat sang ikhwan selama bekerjasama dengan Mbak Nany. Mbak Nany bilang, sang ikhwan punya daya juang yang tinggi, walau terlihat selengekan termasuk yang mudah dinasihati. Untuk kesiapan menikah dalam waktu dekat, Mbak Nany melihat sudah ada kesiapan dari sang ikhwan. Tapi mungkin ada sedikit masalah pada financial karena sang ikhwan masih harus membiayai adiknya yang masih SMA dan yang masih skripsi. Dari penjelasan Mbak Nany, makin memantapkan diriku, Dhir.”, jelas Ka Mia.
“Hoo.. bagus deh kalo gitu Ka. Karna kan ketika bunda Khadijah ingin mengajukan diri, beliau mencari tahu dulu akhlaq Muhammad melalui perantara Maisarah, orang kepercayaannya, dengan melakukan perjalanan dagang bersama. Trus setelah tahu dan mantap, baru deh meminta Nafisah, wanita setengah baya, untuk ngomong dari hati ke hati sama Muhammad. Ga langsung nembak bahwa Khadijah suka dan menginginkan Muhammad sebagai suaminya. Tapi menanyakan hal-hal umum terkait kesiapan Muhammad tentang pernikahan dan apakah sudah ada calon atau belum. Ketika Muhammad bilang belum ada calon, maka Nafisah mengajukan wanita dengan kriteria tertentu, rupawan, hartawan dan bangsawan, tidak menyebutkan bahwa Khadijah-lah orangnya. Namun dari kriteria yang disebutkan itu, Muhammad pun paham siapa yang dimaksud. Ya, berarti kakak udah menempuh jalan sampai tahap Maisarah, tinggal mencari Nafisahnya Ka.”
“Hmm.. iya betul, Dhir.. Aku juga sempat terpikir hal itu, tapi siapa ya yang bisa menyampaikannya?”
“Sebenernya menurutku, Mbak Nany juga bisa langsung berperan sebagai Nafisah. Tadi kan kakak bilang agak sulit dengan MR ikhwannya. Kan bisa aja Mbak Nany yang mancing lebih dulu, untuk ta’aruf selanjutnya bisa diserahkan via MR, jika tentunya sang ikhwan juga punya kecenderungan yang sama. Setidaknya Mbak Nany bisa mengorek informasi apakah sang ikhwan sudah punya calon yang akan dinikahi atau belum, atau sudah ada kecenderungan dengan akhwat lain atau belum. Kalo belum, bisa aja dengan sedikit candaan, Mbak Nany menawarkan ke sang ikhwan, sambil ngomong kayak gini: saya ada akhwat niih yang udah siap nikah dan sedang mencari pendamping, bersedia ga? Kriterianya blablabla, nyebutin kriterianya Ka Mia. Kalo sang ikhwan bersedia dengan kriteria yang disebutin, Mbak Nany bisa langsung kasih tahu kalo akhwat yang udah siap nikah itu adalah Ka Mia. Mbak Nany, Ka Mia dan sang ikhwan kan udah saling kenal, jadi lebih gampang seharusnya. Nah, nanti kan jadi makin tahu gimana respon sang ikhwan jika ternyata akhwat yang ditawarkan itu Ka Mia. Kalo ikhwan bilang lanjut, maka dia bisa langsung bilang ke MRnya kalo dia sudah siap nikah dan sudah punya nama. Kalo udah binaan sendiri yang bilang ke MR mah, biasanya udah gampang Ka, apalagi udah ngajuin nama. Kalo kayak gini prosesnya kan jadi ga keliatan kalo Ka Mia yang mengajukan diri lebih dulu, tapi harus bermain ‘cantik’ dalam proses, jangan sampai sang ikhwan tahu kalo Ka Mia mengajukan diri. Hehe..”, panjang lebar aku menjelaskan bagaimana sebaiknya penerapan proses Ka Mia dan sang ikhwan seperti proses Khadijah dan Muhammad.
“Hwaaa.. Dhiraaaa, kamu udah kayak konsultan jodoh aja deh. Jadi tercerahkan niih aku jadinya. “, Ka Mia menepuk pipiku yang gembul.
“Semoga bisa sedikit ngasih solusi untuk proses kakak yang rumit itu, masa’ hanya gara-gara MR ikhwan, langsung mundur? Ada banyak jalan menuju Roma.. hehe..”
“Siip,, insya Allah.. Naah, kamu sendiri gimana niih Dhir? Udah nemu yang cocok denganmu belum?”, tembak Ka Mia kepadaku.
“Hehe.. aku mah sabar aja Ka dalam penantian ini, nunggu pangeran berkuda putih dateng ngelamar aja, hehe..”, jawabku sedikit asal.
“Sabar dalam penantian itu bagi seorang akhwat ga berarti pasif, tinggal nunggu. Akhwat juga harus aktif dalam penantian. Jumlah akhwat itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ikhwan. Terlepas dari jodoh adalah takdir, tetep harus ikhtiar yang terbaik untuk mencari calon imam bagimu dan anak-anakmu kelak. Memang benar jodoh itu di tangan Allah, tapi kita juga harus aktif berikhtiar mengambil dariNYA. Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa, katanya target tahun ini kan? Tentunya dengan tetap menjaga izzah sebagai seorang akhwat dan jangan pernah tinggalkan istikharah dalam mengambil tindakan apapun..”, ujar Ka Mia memberi masukan untukku.
“Hahahaha.. ga jadi tahun ini Ka.. Ga keburu.. Jadi,, tahun depan aja targetnya insya Allah.. hehe..”
“Jiiaahh.. kamu ini udah siap belum siih? Apa cuma sekadar ingin menikah? Lagi labil gitu maksudnya..”, ledek Ka Mia.
“Siap gak siap mah harus nyiapin diri Ka.. Tapi apa mau dikata kalo pangeran berkuda putihnya belum muncul-muncul juga?”, aku menimpali ledekan Ka Mia.
“Yaudah, kita saling mendoakan ya yang terbaik, dan ikhtiar yang terbaik juga.. Jazakillah ya Dhir, udah mau denger ceritaku dan ngasih solusinya.. Aku cerita ini cuma ke 3 orang, Mbak Syifa, Mbak Nany dan kamu. Bahkan aku cerita detail seperti ini cuma ke kamu looh.. Hehe..”
“Sama-sama Ka, ceritanya menginspirasi banget. Jarang loh ada akhwat yang berani mengajukan diri. Dan aku rasa, hanya akhwat tangguh yang bisa seperti itu. Tangguh akan perasaan dan hatinya. Alhamdulillah kalo ada respon positif dari sang ikhwan, kalo responnya negatif? Hanya akhwat tangguh yang bisa menerima kemungkinan kedua; ditolak.. Aku salut deh sama kakak. Semoga lancar urusannya y Ka.. Doain aku juga, semoga pangeran berkuda putihku segera datang menjemputku.. hehe..”
“Aamiin.. insya Allah saling mendoakan yang terbaik..”
Kami pun menyudahi dinner. Ka Mia menungguku hingga naik bajaj. Aah, sungguh malam yang berkesan dalam kebersamaan dengan saudari seperti Ka Mia.
****
Sesampai di rumah, kurebahkan diri ini di tempat tidur, menatap langit-langit kamar yang tak begitu tinggi. Pandangan kualihkan ke sebelah kanan tempat tidur. Ada sebuah diary biru yang tergembok. Aku buka dompetku dan kukeluarkan sebuah kunci di sela-sela saku dalamnya. Gembok ‘blue diary’ itu pun kubuka. Kuraih ballpoint tepat di samping kananku. Baru saja tangan ini tergerak untuk menulis, terdengar sebuah dering dari HP-ku. Kuraih HP dan terteralah sebuah pesan dari YM-ku.
“Asslm.Dhir,gmana nih kabarnya? lagi deactive FB ya?”
Aah.. Rasa yang tak biasa itu muncul lagi, tepat di hari ke-7 aku mendeaktif akun FBku. Kenapa nama seorang ikhwan itu yang tertera di YM-ku menyadari bahwa aku sedang mendeaktif FB-ku? Kata-kata Ka Mia pun terngiang:
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
Segera kutepis kata-kata itu dan mencoba menepis rasa yang terlanjur ada. Tak terasa, bulir-bulir hangat itu membasahi pipi. Kugerakkan tangan ini untuk menulis dalam ‘blue diary’.
Jika anugrah itu membahagiakan
Maka cinta yang [katanya] merupakan anugrah dariNYA
Seharusnya juga membahagiakan
Namun adakalanya
Ada yang merasa tak bahagia dengan cinta
Atau janganlah terlalu dini menyebutnya cinta
Mari kita sebut saja sebuah rasa
Rasa yang berbeda
Yang [lagi-lagi katanya] menggetarkan jiwa
Aha
Mungkin memang belum saatnya
Rasa itu ada
Hingga diri merasa nista dengan rasa
Atau jangan-jangan rasa yang ada
Didominasi oleh nafsu sebagai manusia
Jika itu permasalahannya
Maka titipkanlah rasa pada SANG PENGUASA
Biarkan ia yang belum saatnya, bersamaNYA
Biarkan waktu yang kan menjawabnya
Hingga Dia mengembalikan rasa itu jika saatnya tiba
Wanita.. Wanita..
Slalu saja
Bermain dengan rasa
Maka mendekatlah padaNYA
Agar rasa yang belum saatnya
Tetap terjaga
Agar rasa yang ada
Tak membuat hati kecewa
Agar rasa yang dirasa
Tak membuat jauh dariNYA
Biarkanlah diri merasa nista dengan rasa
Jika ternyata nafsu tlah menunggangi ia yang belum saatnya
Hingga akhirnya membuat diri menangis pilu karenanya
Menangis karena menyadari bahwa dirinya masih rapuh ternyata
Masih perlu belajar bagaimana mengelola rasa yang belum saatnya
Ya Rabbana
Hamba titipkan rasa yang belum saatnya
Agar ia tetap suci terjaga
Hingga waktunya tiba

Aah.. Aku bukanlah akhwat tangguh yang bisa memperjuangkan rasa yang terlanjur ada. Aku hanya akhwat biasa yang tak sanggup akan rasa yang belum saatnya, karena aku bukanlah Khadijah yang mulia.

based on true story


 Ambillah yang baik, tinggalkan yang tidak bermanfaat... ^_^v                                                                                                        

Selasa, 17 Januari 2012

Semoga ALLAH menyayangi dan mengasihi teman-teman dan sahabat kita... Aamiin.

Bismillaahirrohmaanirrohiim...

Mataku menemukan tulisan ini
Lisanku membacanya
..dan sesaat hatiku langsung menerjemahkannya
Sesaat itu pula butiran bening jatuhi pipi...
Teringat olehku akan dirinya,
menangisku saat kubayangkan wajahnya berputan di pikiranku...
Wajah seorang sahabat yang kusayangi karena ALLAH Menyayanginya...
Menangis
..mengingati
dan seketika terjerembab dadaku sesak...

Tangis ini sama ketika aku mengingati dan membayangkan wajah seorang IBU dan AYAH yang kukasihi..
Tak ada kata..
Hanya suara sedu sedan yang datang dari sanubari yang rindu sahabat sejati...
ALLAH-ku Sayang...
Jadikan aku bermanfaat untuk saudara-saudariku..
..dan mendatangkan manfaat ketika rajutan kasih kami jalin diatas JalanMu dan atas namaMu...

Yaa ALLAH Yaa Tuhanku... Berikanlah aku seorang sahabat yang baik jua bermanfaat... ..dan Ridhoilah aku bersamanya... Jika Engkau belum Ridho, maka Ridhoilah aku untuk menjadi sahabat yang baik jua bermanfaat untuknya, dan mereka...
Ini untukmu sahabat, yang namamu selalu menghiasi pelataran hatiku yang syahdu...
Aku menyayangimu karena ALLAH Menyayangimu...
Aku mengasihimu karena ALLAH mempertemukan kita dengan KasihNya..
Dengarkanlah kata hatiku yang sedang belajar menjadi Sahabat yang baik untukmu...
"Aku akan berusaha menjadi sahabat yang baik untukmu selama ALLAH membuatku mampu..."
Jadilah kau penghias langkahku,
Bersama tapaki jalan Perjuangan!
Janganlah berjalan di depanku, karena mungkin aku tak bisa mengikutimu
Jangan pula jalan di belakangku, karena bisa jadi aku tak mampu menuntunmu..
Berjalanlah seiring bersamaku, dan jadilah sahabatku... :')
#icon ini sering disertai dalam smsmu kepadaku dan smsku kepadamu ({}) <3
Semoga ALLAH barokahi hidupmu dan keluargamu...

(Aku yang masih belajar untuk menjadi lebih baik) Annisa Al-Hawari






Mari pelajari tulisan ini bersama... Pelajari... dan amalkan! InsyaALLAH ALLAH mudahkan... :')


Sebut saja A dan B. Dua orang sahabat yang sejak kecil sering bercanda bersama, menangis bersama, bahkan melanjutkan sekolah hingga perguruan tinggipun selalu bersama. Kecocokan antara keduanya telah terbingkai dalam sebuah jalinan persaudaraan yang unik, yang tak mudah kita temui di kebanyakan episode persaudaraan yang lain.
Suatu ketika, di sebuah serambi masjid kampus, mereka sepakat untuk saling mengoreksi dan mengevaluasi dir mereka masing masing. Si A harus mengevaluasi kekurangan dan kelebihan si B. Begitupun sebaliknya, si B juga harus bisa menyebutkan kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri si A. Mereka bersepakat bahwa beberapa hari lagi akan bertemu di tempat yang sama untuk menyampaikan hasil evaluasi yang mereka siapkan mulai dari pertemuan itu. Hingga tibalah hari dimana mereka menyampaikan boring evaluasinya.
“A, silahkan kamu mulai bacakan evaluasimu terhadap tingkahku selama ini.” Ucap si B mengawali pembicaraan.
“Tidak B, kamu saja yang memulainya. Sepertinya tulisanmu lebih banyak. Dan sepertinya kamu lebih siap untuk menyampaikannya lebih dahulu.”
“Hmm, baiklah. Aku yang akan memulainya.”
“Silahkan B, aku akan mendengarkan.”
“Tapi,,, kamu janji ya tidak akan marah padaku setelah kubacakan penilaianku padamu?”
“Baiklah, aku tidak akan marah. Sampaikan saja sejujurnya padaku.”
“Kamu mau mendengar yang mana dulu? Tentang kelebihanmu atau kekuranganmu?”
“Kekuranganku saja dulu.”
“A, kamu itu orangnya egois, maunya selalu diperhatikan, tidak peka sama lingkungan, tak pernah mau terus terang tentang masalah yang menimpamu. Kamu itu selalu menyalahkan orang lain ketika ada masalah yang menimpamu, kamu itu……”
“maaf B, maafkan aku bila selama ini telah sering menyakitimu.” Ujar si A memotong perkataan si B yang sedang membacakan evaluasinya.
“Tak apa A, maaf juga bila kamu telah teseinggung mendengarkan evaluasiku ini. Tapi, aku masih belum selesai membacakannya. Apakah harus ku hentikan?”
“Tidak B, lanjutkan saja. Aku akan terus mendengarkannya.” Kata si A sambil menyeka pipinya yang mulai meneteskan air mata.
“Kamu itu, maaf…. Pemalas, tergantung pada orang tua, selalu bilang aku seperti anak-anak. Dan kamu itu plin-plan….” Sejenak B menatapa wajah saudaranya. Binar matanya mulai terbasahi air mata yang muai menetes melintasi pipinya.
“A, ada apa? Apa ku menyakitimu? Kalu begitu aku hentikan saja evaluasiku. Aku tak ingin sahabatku bersedih seperti ini.”
“Tidak apa B, terus lanjutkan saja. Aku akan terus mendengarkan nasehat dari sahabat terbaikku.”
“Aku tak sanggup melihatmu bersedih seperti ini. Biar ku hentikan saja ya.”
“Tolong B, lanjutkan saja. Aku tidak apa-apa sahabatku. Aku hanya ingin mengetahui dari lisanmu mengenai kesalahan-kesalahanku padamu. Apakah kekuranganku masih banyak?” ujar A sambil menahan tangis yang hampir meledak “Maaf A, masih ada tiga halaman lagi.Baiklah, aku lanjutkan.” Si B pun melanjutkan membaca daftar kekuragan si a yang telah ia tuliskan.
Selanjutnya, si B membacakan daftar kelebihan yang dimiliki si A.
“A, bagiku kamu tetap istimewa, kamu adalah temanku yang paling cerdas dan kamu sering mengingatkanku bila ku tersalah.” Si B membacakan daftar kelebihan si A yang hanya tiga paragraph tersebut.
“Sudah A, aku sudah membacakayan semuanya. Selanjutnya giliranmu.”
Sambil berusaha senyum, si A membacakan daftar kelebihan dan kekurangan si B.
“Sekarang aku akan membacakan kelebihanmu dulu saja ya B.”
“Baik A, kalau kamu berkenan, silahkan.”
“Kamu itu kreatif, cekatan, suka menolong, penuh ide brilian, konsisten, tak mengharap imbalan duniawi, kata-katamu selalu terjaga, dan selalu senyum tatkala menyapa ornag-orang disekitarmu….” Ucap si A panjang lebar hingga tiga halaman A4 ia selesai bacakan.
“Sudah B, aku sudah selesai membacakan semua yang kutulis.”
“kekuranganku?”
“Tidak, tidak ada. Aku sudah rampung membaca semua evaluasiku padamu saudaraku.”
“Apa maksudmu? Apa saja kekuranganku dan tingkah burukku yang telah menyakitimu selama aku menjadi sahabatmu A? coba sebutkan saja, aku tidak akan marah.”
“Aku tak bisa menuliskan apapun pada lembar kekuranganmu A. bagiku, kekuranganmu telah mengajarkanmu untuk lebih dewasa dan bijak dalam mengambil setiap keputusan. Dan semua itu telah terbingkai indah dalam memori hidupku sahabatku. Oleh karena itu tak ada yang bisa kubacakan mengenai kekuranganmu.”
“Duhai sahabatku, maafkan aku. Sungguh engkau adalah sahabat terbaik yang pernah kutemui. Engkau adalah mutiara yang selalu menjadi perhiasan dalam hidupku, menghiasi setiap lembaran perjalanan kehidupan yang penuh kejadian mengharu biru ini.”
Dan kini, serambi masjid kampus itu pun menjadi saksi, tetesan asir mata yang mengalir karena sebuah ikatan yang begitu berharga. Ikatan ukhuwah.
* * *
Ah, rasanya aku belum bisa menjadi seperti A yang mampu menangkap setiap aura kebaikan dari sahabatnya. Menjadikan segala kekurangan sahabatnya sebagai pelecut semangat untuk mendewasakan diri tanpa mengungkit-ngungkit apalagi membicarakan kekurangan sahabatnya pada orang lain. Kita, pasti pernah punya salah. Bahkan sering kita lakukan pada orang lain. Pada sahabat kita. Saat ego masih tersimpan dalam hati, saat persepsi menutupi mata hati bahwa orang lain harus menjadi yang sempurna dihadapan kita, tanpa cacat, tanpa kekurangan. Maka, sesungguhnya kita telah membutakan mata hati kita untuk memberikan permaafan pada orang lain. Menganggap setiap kesalahan sahabat kita adalah dosa besar yang takkan termaafkan dan telah menutup pintu maaf bagi setiap kesalahan mereka.
Sahabatku, Saudaraku, ikatan kita bukan sembaran ikatan. Kita diikat bukan karena kesamaan ampus, kesamaan asal daerah, kesamaan jurusan, kesamaan organisasi. Akan tetapi kita diikat atas dasar cinta yang terbingkai dalam ukhuwah. Cinta pada Allah dan ukhuwah yang menggelora mempersatukan setiap keping-keping hati yang tersebar di seluruh penjuru bumi-Nya ini.
Sahabatku, Saudaraku, ikatan kita adalah ikatan yang istimewa. Yang telah dipertautkan oleh Yang Maha Istimewa, yang selalu kita ucapkan do’ado’a rabithah dalam waktu istimewa kita, disepertiga malam terakhir sambil berdo’a;
Ya Allah.. Sesungguhnya Engkau tahu bahwa hati ini telah berpadu, berhimpun dalam naungan cintaMu, bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan, menegakkan syariat dalam kehidupan, Kuatkanlah ikatannya, kekalkanlah cintanya, tunjukilah jalan-jalannya, terangilah dengan cahayaMu, yang tiada pernah padam, Ya Rabbi bimbinglah kami. Lapangkanlah dada kami, dengan karunia iman dan indahnya tawakal padaMu, hidupkan dengan ma’rifatMu, matikan dalam syahid di jalan Mu, Engkaulah pelindung dan pembela.


“Seseorang (diukur) berdasarkan agama temannya; maka hendaklah salah seorang di antara kamu melihat siapa yang ia jadikan kekasih (teman)."
(HR.Abu Daud, dishahihkan Syaikh al-Albani) 

*Kudapati tulisan ini dari sini : http://www.facebook.com/notes/mumtazah-ilhamdi-elrahman/muhasabah-cinta-dua-sahabat/10150595114066352?notif_t=note_reply

Jazakillah kakak sayang... :*

Ambillah yang baik, tinggalkan yang tidak bermanfaat... ^_^v

Rescue!

ALLAH YAA RABBI... :'(
I'll Save My Heart.... :'''(
Help me RABB... T_T



Mawaddah-Bantu Aku Melawan Nafsu


Telah aku lawan nafsuku setiap waktu
Ku cuba berkali-kali, ku gagal lagi
Aku tak putus asa, ku lawan lagi
Namun aku tak mampu, ku kalah jua
Oh Tuhan, bantulah aku mudahkan aku
Melawan nafsu ini yang merosakkanku
Agar aku tak terhalang untuk menuju-Mu
Tolonglah aku Tuhan, Kasihanilah aku jangan Engkau biarkan aku
Tuhan, bantulah aku
Kasihani aku jangan biarkanku bantulah aku selalu
Aku tak putus asa
Oh ku tetap berjuang dengan mengharap bantuan dari-Mu
Kalaulah Engkau terus membiarkanku
Ku akan berterusan ke lembah dosa
Oh Tuhan, nafsu dan syaitan sering mengganggu aku
Setiap hari ia memusuhi ku ketika ku ingin mentaati-Mu
Jangan biarkan aku keseorangan
Menghadapi syaitan dan nafsuku
Aku ingin mentaati-Mu, ku ingin redha-Mu
Kalau Engkau biarkan aku
Ku akan kecewa nanti
Tuhan, ku akan mencuba lagi
Melawan nafsu dengan bantuan-Mu
Dan rahmat-Mu Tuhan
Di dalam sembahyang ini kuharapkan-Mu
Berikan padaku cinta dan takutkan-Mu
Sebagai pengawalku dari nafsuku
Bukankah itu janji-Mu kepada hamba-Mu
Oh Tuhan, bantulah aku menghayati sembahyangku
Agar ku dapat merasakan kebesaran-Mu
Hingga aku tak membesarkan selain-Mu
Dengan rasa itu kuharap
Moga ku kan dapat melawan syaitan dan tipuan nafsuku
Tuhan, dalam sembahyangku
Bersihkan jiwaku, lemahkan nafsuku, selamatkanlah diriku
Suburkan rasa kehambaan
Dan kekalkan rasa itu di dalam seluruh kehidupanku

Selasa, 10 Januari 2012

Aku menulis karenaMU

Bismillaahirrohmaanirrohiim...
Sesungguhnya aku tidak tahu bagaimana cara mendekatiMU selain cara itu
Sesungguhnya aku tidak tahu apakah Engkau mau aku dekati
Sesungguhnya aku tidak tahu apakan Engkau dan aku bisa bersama-sama
Tapi setelah ini aku tahu!
Ternyata TulisanMU mendekatkan aku padaMU...
Dan tulisanku mendekatkan aku padaMU
Karena sesungguhnya aku menulis karenaMU...














Annisa Al-Hawari

Menangkap Inspirasi

Menangkap Inspirasi



Setiap penulis pasti pernah mengalami kebuntuan dalam menulis. Mendadak macet di tengah-tengah proses penulisan, atau justru melepem saat baru ingin mulai menulis. Penyebabnya karena padamnya lentera inspirasi. Jalan pikiran menjadi gelap. Alhasil sang penulis terjebak, tak tahu harus melanjutkan ke arah mana. Tak ubahnya bagai perahu layar yang mendadak berhenti melaju akibat mati angin. Tidak maju, tidak pula mundur. Hanya mengapung-apung di tengah samudera. Jika sudah begitu, haruskah penulis berhenti menulis sementara menunggu kembalinya inspirasi?

Inspirasi adalah motor penggerak bagi penulis. Kehadirannya memang tak bisa ditebak. Kadang datang begitu saja tanpa diminta, kadang tak kunjung tiba meski sudah dinanti-nanti. Lantas bagaimana seandainya inspirasi tidak datang juga setelah sekian lama, haruskah penulis hanya terus menunggunya? Tentu saja tidak, karena jika seorang penulis baru menulis setelah inspirasi yang ditunggunya tiba, ini akan menyulitkan si penulis itu sendiri. Ia sulit menjadi produktif apabila hanya mengandalkan kedatangan inspirasi alias hanya pasif menunggu sampai inspirasi itu hinggap di kepalanya. Oleh sebab itu, penulis harus aktif mencari inspirasi. Menangkap inspirasi.

Di mana inspirasi berada? Thornton Wilder (1897-1975), seorang novelis dan penulis sandiwara terkenal asal Amerika, berkata demikian: “bahan mentah karya-karya besar hanyut mengapung mengitari dunia, menunggu untuk dibungkus kata-kata.” Dengan kata lain, inspirasi ada di mana-mana. Dunia di sekeliling kita adalah harta karun inspirasi yang terus bertambah jumlahnya seiring dengan perjalanan waktu. Setiap hari selalu ada yang baru. Matahari di hari Senin tak pernah seratus persen sama dengan Matahari di hari Selasa keesokan harinya. Lagu X yang kita nikmati di bawah langit cerah pastilah menghasilkan nuansa berbeda dengan lagu X yang sama yang kita nikmati saat langit kelabu berhujan. Selalu ada sesuatu yang baru. Betapa melimpahnya inspirasi itu di sekitar kita. Keseharian kita sesungguhnya bertaburan inspirasi : filem, berita, buku, musik, langit, bunga, kucing, pakaian, tutur kata, gerak-gerik, tatapan mata, deru mobil, angin sore, lilin yang menyala, bulan purnama….; terlalu banyak untuk disebutkan. Itu hanya sebagian kecil dari sarang inspirasi.

Inspirasi selalu sedang menunggu kita, para penulis, untuk menemukan dan menangkapnya. Dan kita pasti bisa, sebab kita semua telah diperlengkapi dengan seperangkat alat penangkapnya: indera. Jadi, apapun aktivitas keseharian atau kegiatan favorit kita, jangan biarkan inspirasi berlalu begitu saja tanpa arti. Jangan biarkan filem yang kita tonton, musik yang kita nikmati, buku yang kita baca, berita yang kita dengar, kejadian yang kita saksikan, orang-orang yang kita temui dan sebagainya, lewat dan sirna tanpa kita sempat menangkap inspirasi yang bertebaran di dalamnya.

Tangkaplah inspirasi itu. Lalu catat dalam sebaris atau dua baris kalimat agar jangan sampai hilang terlibas keseharian kita yang lain sebelum akhirnya kita menjadikannya sebagai nafas dari tulisan kita kemudian.

Sumber : penulislepas.com

10 Cara Mendapatkan Inspirasi Menulis

10 Cara Mendapatkan Inspirasi Menulis



Inspirasi menulis tidak peduli kita suka menulis, serajin apa kita menulis, selalu ada waktu dimana kita memang membutuhkan inspirasi untuk mendapatkan gagasan atau tema dari tulisan kita. Kebanyakan justru inspirasi didapat dari luar diri kita, karena bisa jadi pikiran kita memang sudah cukup letih atau jenuh untuk menggali topik atau tema apa yang hendak kita tulis.

Berikut 10 cara mendapatkan inspirasi untuk menulis :

1. Blog, lagi-lagi blog. Satu kata ini memang tidak ada habis habisnya menjadi sumber inspirasi. Caranya mudah saja, kita tinggal Blogwalking ke Blog - Blog yang bagus dari segi ide atau gagasan. Dan ini berlaku buat saya, benar-benar menginspirasi untuk menulis dengan gaya khas saya sendiri.

2. Majalah, hmm pastinya sih. Jujur saja, banyak sekali tema dan ide sangat menarik bila kitasuka membaca majalah. Justru terkadang kita banyak mengambil pelajaran yang bagus saat membaca majalah. Ulasan suatu topik yang dikemas dengan bahasa jurnalisme yang baik, terkadang membuat kita iri. So ? jangan mau kalah, kita tulis dengan gaya kita !
(btw, saya paling suka baca majalah wanita, dari segi topik dan warna banyak menginspirasi saya, swear!)

3. Film, nah ini termasuk cara yang paling asyik. Dari film kita banyak mendapat gagasan untuk apa yang akan kita tulis. Bisa resensi film itu sendiri, karakter tokohnya atau situasi dan kondisi yang kita olah ulang sedemikian rupa untuk di tulis. Untuk yang ini, siapin bugdet khusus dech, gak seru donk kalo nontonnya sendiri :P

4. Peristiwa, setiap saat dan dimanapun kita pasti tak bisa lepas dari peristiwa yang terjadi disekeliling kita. Nah coba kita pilah-pilah, mana yang kira-kira menarik untuk dijadikan tema tulisan. Peristiwa sehari-hari yang sepertinya biasa saja, tapi bila kita kemas dengan tutur gaya penulisan yang asyik, tentunya tetap menarik untuk dibaca oleh orang lain.

5. Teman, kalau kita mau jujur, sebenarnya teman bisa dijadikan sumber inspirasi yang menarik. Coba perhatikan dari sekian banyak teman kita, pastinya ada beberapa yange memiliki karakter yang unik. Ini bisa kita gali lebih dalam. Karakter seperti suka marah, bisa kita jadikan tema tentang sifat marah tsb. Apa dan bagaimana mengendalikan sifat tsb.

6. Seni, apakah itu seni lukis atau lainnya, ini salah satu sumber inspirasi yang kaya makna. Seperti misalnya kalau kita lihat lukisan yang indah. Menggambarkan apa lukisan itu, apa maksud dari goresan lukisan itu. , bisa kita jadikan ide untuk menulis.

7. Tamasya, Kalau yang ini sih sudah pasti. Lokasi tempat kita bertamasya adalah sumber inspirasi yang bagus. Apa dan bagaimana tempat tamasya itu, mengapa tempat itu layak dikunjungi, sejarah tempat tsb. Semua merupakan bahan yang bagus untuk menulis.

8. Ibadah, adakalanya kita lupa, bahkan ibadah pun bisa dijadikan tema sebuah tulisan. Kita mungkin bisa menceritakan bagaimana perasaan, harapan dan syukur kita saat melakukan ibadah. Saat beribadah biasanya justru kita mendapatkan inspirasi yang tulus.

9. Jalan-jalan, lho jalanan ? iya benar. Cobalah sejenak berjalan-jalan bila perasaan kita sudah suntuk atau jenuh. Jalan-jalan untuk melihat sekeliling maksudnya. Berjalan dan berhentilan sejenak untuk memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang, kendaraan yang melintas, papan reklame yang bertebaran. Coba dech !

10. Kumpul bareng, nah ini yang paling saya suka. Istilah gaulnya “nongkrong”. Kita cukup jadi perdengar yang baik. Biarkan teman-teman kita berbicara satu sama lain, simak dan dengarkan dengan santai. Cara ini sering saya lakukan dan berhasil mengispirasi saya untuk mendapatkan tema tulisan.

Nah itulah 10 cara mendapatkan inspirasi menulis yang menurut saya cukup mudah dipraktekkan. Seperti biasa, ada yang ingin menambahkan ? Ayo kasih komen! \^_^/

Sumber : http://www.kodokijo.net/10-cara-mendapatkan-inspirasi-menulis.html

_salam sukses sahabat... ^_^